Palangkaraya-Kalteng ,tgl 7 Nopember 2024
,Buser presisi com – Kasus dugaan illegal logging yang dilakukan oleh PT Sanur Hasta Mitra Bersama kian memanas dan menjadi Sorotan publik bukan saja tertuju pada aktivitas perusahaan kayu itu yang dianggap merusak hutan Kalimantan Tengah, tetapi juga adanya kekisruhan tuntutan pembayaran upah produksi sebesar Rp 3,2 miliar kepada Basirun Panjaitan, salah satu rekanan perusahaan tersebut.
Situasi menjadi semakin rumit ketika Saroha Sitomeang, Direktur Keuangan PT Sanur Hasta Mitra Bersama, disebut-sebut berusaha mengupayakan agar berita terkait dugaan illegal logging ini dihapus atau di tackdown dari peredaran.
Permintaan tersebut justru memicu spekulasi dan kecurigaan di masyarakat bahwa perusahaan mungkin memiliki sesuatu yang disembunyikan di balik operasionalnya dai Kalimantan Tengah.
Januardi Manurung, Ketua Aktivis Jaringan Peduli Hutan dan Kehutanan (JPNK), angkat bicara menyikapi persoalan illegal logging dan adanya dugaan pihak PT PT Sanur Hasta Mitra Bersama melaksanakan kewajibannya membayar upah produksi sebesar Rp3,2 Miliar kepada rekanan perusahaan Basirun Penjaitan.
"Kita tidak akan tinggal diam melihat perilaku PT Sanur Hasta Mitra Bersama yang bukan hanya diduga merusak lingkungan, tetapi juga mengabaikan kewajiban mereka terhadap pihak-pihak rekanan kerja mereka," ujar Januardi Manurung, dalam pernyataannya, Kamis, (7/11/2024).
"Bayarkan hak Basirun Penjaitan sebesar Rp 3,2 Miliar, dan segera cabut laporan polisi atas namanya. Ini bukan hanya tentang bisnis kayu, tapi soal prinsip dan keadilan," lanjutnya.
Menurut laporan tim di lapangan, dugaan eksploitasi hutan yang dilakukan oleh PT Sanur Hasta Mitra Bersama, ini bukan hal baru. Beberapa sumber terpercaya mengungkapkan bahwa perusahaan melakukan pengeluaran kayu olahannya dalam skala besar dari hutan di wilayah Kalimantan Tengah, namun mengabaikan kewajiban tidak melakukan reboisasi hutan sehingga hutan disana menjadi gundul.
"Akibatnya, kawasan hutan mengalami kerusakan, selain mengancam ekosistem dan itu meningkatkan risiko rawan banjir bagi masyarakat, terutama di Kabupaten Katingan," tuturnya.
Pada akhir September 2024, tim investigasi menemukan bahwa PT Sanur Hasta Mitra Bersama diduga melanggar komitmen lingkungan, sementara Direktur Keuangan perusahaan mengklaim bahwa operasi tersebut sudah sesuai izin yang lengkap, namun itu hanya sebatas pernyataan tanpa memberikan bukti yang konkrit, menurut Januardi Manurung adalah upayanya melakukan kebohongan publik untuk memuluskan operasi perusahaan merambah hutan di wilayah Kalimantan Tengah,
hal itu tidak bisa diterima.
“Pernyataan mereka tentang izin hanya kedok. Kami melihat langsung di lapangan dan menemukan fakta yang jauh berbeda. Mereka tidak melakukan upaya konservasi atau reboisasi sebagaimana mestinya,” tegas Januardi Manurung.
Ia juga mengkritisi langkah perusahaan yang mencoba meminta penghapusan berita terkait dugaan pelanggaran oleh pihak perusahaan, hal itu jelas merupakan ancaman terhadap kebebasan pers dan transparansi informasi publik.
Januardi Manurung juga menegaskan bahwa upaya menekan media untuk menarik berita justru semakin menimbulkan kecurigaan publik.
“Ini adalah bentuk intimidasi terhadap media dan aktivis lingkungan. Permintaan takedown berita hanya akan mempertebal keyakinan kami bahwa mereka berusaha menutupi sesuatu yang besar,” tegas Januardi Manurung.
Dalam pernyataan terakhirnya, Januardi mendesak Menteri Kehutanan dan Pemerintah Pusat untuk mengambil tindakan tegas menghentikan aktivitas PT Sanur Hasta Mitra Bersama.
“Kami meminta pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan, tidak berdiam diri. Jangan sampai hutan kita habis demi keuntungan segelintir orang. Penyelamatan hutan Kalimantan adalah tanggung jawab kita bersama,” tambahnya.
Lebih lanjut, Januardi Manurung juga mengingatkan bahwa dampak dari pengabaian pengrusakan hutan dan lingkungan, ini akan menimbulkan dampak yang buruk dirasakan oleh masyarakat sekitar, salah satu dampak yang sudah lama dihadapi masyarakat ancaman banjir akibat kerusakan hutan.
Ia berharap pemerintah dan aparat penegak hukum segera bertindak menghentikan praktik illegal logging serta menuntut PT Sanur Hasta Mitra Bersama membayar upah Basirun Penjaitan sebesar Rp 3,2 miliar.
Selain itu, ia juga meminta agar laporan polisi atas nama Basirun Penjaitan segera dicabut, karena hal ini dianggap hanya sebagai cara perusahaan melakukan penekanan terhadap masyarakat untuk menghindari tanggung jawabnya. Dan lebih parahnya ,adanya dugaan pelanggaran Kode etik oleh oknum Penyidik inisial HP yang di duga kuat melakukan intimidasi serta penekanan terhadap Basirun Penjaitan.
Laporan polisi dilakukan oleh pelapor di buat seakan-akan untuk menjerat Basirun Penjaitan karena selama ini ia meminta haknya yang belum dibayar oleh pihak PT Sanur Hasta Mitra Bersama.
"Permasalahan ini akan dilanjutkan ke Mabes Polri agar semua yang terjadi dapat ketahui oleh Kapolri dan jajarannya untuk melakukan suatu tindakan, terhadap adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh oknum penyidik dan Kanit Jatanras di Polda Kalteng berinisial (HP), yang merugikan Basirun Penjaitan yang di tetapkan sebagai tersangka tanpa ada pemeriksaan BAP, berkas perkaranya di limpahkan kepada Kejaksaan P21, ini sangat tidak manusiawi,"imbuhnya.
Segera cabut laporan dan hentikan pemeriksa terhadap Basirun Penjaitan dan kepada pihak PT Sanur Hasta mengembalikan hak Basirun yang belum terbayarkan oleh PT Sanur Hasta Mitra Bersama," pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian nasional, menyentuh isu lingkungan hidup, kesejahteraan masyarakat, dan hak para pekerja. Semua pihak berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret demi menyelamatkan hutan Kalimantan serta menegakkan keadilan bagi Basirun Penjaitan dan semua pihak yang terdampak.
Penulis :irawatie
Buser presisi
0 comments:
Posting Komentar