Indramayu, (Buserpresisi.com) – Pernyataan mengejutkan datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indramayu yang menyebut bahwa utang petani di wilayah tersebut, yang mencapai Rp 1,4 triliun, adalah hal yang wajar. Namun, respons keras langsung datang dari kalangan mahasiswa.
Rokhmat Firdaus, Sekretaris Daerah BEM Nusantara Jawa Barat, angkat bicara dan menilai pernyataan itu sangat tidak sensitif terhadap realita pahit yang dihadapi petani saat ini.
"Bagaimana bisa disebut wajar, kalau faktanya banyak petani terjebak bunga tinggi, akses pupuk subsidi makin susah, dan harga gabah terus anjlok? Utang itu bukan cuma soal angka, tapi soal hidup mereka ke depan," tegas Rokhmat, Rabu (17/9/2025).
Rokhmat menegaskan bahwa tugas pemerintah dan lembaga terkait seharusnya mencari solusi konkret, bukan sekadar menormalkan kondisi yang menyengsarakan petani. Ia membeberkan bahwa hasil kajian mahasiswa justru menemukan akar persoalan yang jauh lebih kompleks.
"Rendahnya Nilai Tukar Petani (NTP), distribusi lahan yang timpang, sampai akses permodalan yang minim itu semua jadi penyebab utama. Kalau ini dibiarkan, utang akan terus menggunung," katanya.
Lebih lanjut, Rokhmat menyoroti dampak pernyataan BPS yang bisa memperkuat stigma bahwa berutang adalah 'normal' bagi petani.
"Itu berbahaya! Seharusnya negara memberi jaminan agar petani bisa mandiri, bukan terjerat sistem yang makin menekan. Jangan sampai utang dianggap solusi permanen." Jelas Rokhmat
Sebagai bentuk komitmen, BEM Nusantara Jawa Barat akan terus mengawal isu ini secara aktif. Mereka akan mendesak DPRD dan Pemkab Indramayu untuk merumuskan kebijakan yang lebih berpihak, mulai dari perbaikan tata niaga pertanian, evaluasi lembaga keuangan penyalur kredit, hingga perlindungan nyata bagi petani kecil.
Rokhmat mengingatkan bahwa jika masalah ini terus dibiarkan, dampaknya bukan hanya dirasakan petani, tapi juga menyasar ketahanan pangan nasional.
"Kalau petani terus dibiarkan tenggelam dalam utang, yang hancur bukan cuma mereka, tapi ketahanan pangan kita. Jadi, jangan pernah anggap utang triliunan itu hal wajar!" Tutup Rokhmat
(Wira)